Thursday, December 5, 2013 |

Dampak Negatif Ekspansi Kelapa Sawit di Indonesia

Sejak beberapa tahun ini sejumlah organisasi mitra ”Brot für die Welt” dan ”Vereinte Evangelische Mission” di Indonesia menunjukkan perhatian khusus terhadap masalah yang saat ini sangat mendesak yakni: semakin meluasnya perkebunan-perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Hal ini berarti terjadinya penggundulan hutan hujan tropis seluas jutaan hektar serta penggusuran penduduk setempat. Pada tahun-tahun belakangan ini, Indonesia menjadi penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia dan bersama dengan Malaysia memasok 90 % dari jumlah total yang diperdagangkan di pasar internasional. Demikian juga negara Jerman terus mencatat kenaikan impor minyak kelapa sawit yang hingga kini hampir mencapai satu juta ton per tahun ( 2008 ).

Dampak negatif yang terungkap dari aktivitas perkebunan kelapa sawit diantaranya:
- Persoalan tata ruang, dimana monokultur, homogenitas dan overloads konversi. Hilangnya keaneka ragaman hayati ini akan memicu kerentanan kondisi alam berupa menurunnya kualitas lahan disertai erosi, hama dan penyakit. Seperti dampak negatif perkebunan kelapa sawit ternyata mulai dirasakan masyarakat di sepanjang Sungai Pawan, khususnya nelayan. Jika tahun-tahun sebelumnya, setiap musim kemarau masyarakat sangat mudah mencari ikan, tapi untuk sekarang ini, sangat sulit. Hal ini disebabkan anak sungai tempat berkembangbiaknya ikan kini telah menjadi kering dan terkena dampak limbah sawit.

 - Pembukaan lahan sering kali dilakukan dengan cara tebang habis dan land clearing dengan cara pembakaran demi efesiensi biaya dan waktu. 

- Kerakusan unsur hara dan air tanaman monokultur seperti sawit, dimana dalam satu hari satu batang pohon sawit bisa menyerap 12 liter (hasil peneliti lingkungan dari Universitas Riau) T. Ariful Amri MSc Pekanbaru/ Riau Online). Di samping itu pertumbuhan kelapa sawit mesti dirangsang oleh berbagai macam zat fertilizer sejenis pestisida dan bahan kimia lainnya.Untuk memelihara perkebunan sawit di Indonesia, diperlukan 2,5 juta ton pupuk dan 1,5 juta liter pestisida secara reguler. “Pemakaian bahan kimia ini menurunkan tingkat kesuburan tanah,” tutur Abenego. Penggunaan pestisida dan herbisida dalam jumlah besar di perkebunan kelapa sawit mengakibatkan kualitas air di sekitar wilayah perkebunan menurun. Tak hanya itu, praktek pembuangan limbah oleh pabrik CPO secara langsung ke sungai di sekitar pabrik masih terus terjadi. Keluhan masyarakat atas akses terhadap air tak pernah ditanggapi secara serius,” paparnya tegas.pestisida secara reguler. “Pemakaian bahan kimia ini menurunkan tingkat kesuburan tanah,” tutur Abenego. 

- Munculnya hama migran baru yang sangat ganas karena jenis hama baru ini akan mencari habitat baru akibat kompetisi yang keras dengan fauna lainnya. Ini disebabkan karena keterbatasan lahan dan jenis tanaman akibat monokulturasi. 

- Pencemaran yang diakibatkan oleh asap hasil dari pembukaan lahan dengan cara pembakaran dan pembuangan limbah, merupakan cara-cara perkebunan yang meracuni makhluk hidup dalam jangka waktu yang lama. Hal ini semakin merajalela karena sangat terbatasnya lembaga (ornop) kemanusiaan yang melakukan kegiatan tanggap darurat kebakaran hutan dan penanganan Limbah.

 - Terjadinya konflik horiziontal dan vertikal akibat masuknya perkebunan kelapa sawit.sebut saja konflik antar warga yang menolak dan menerima masuknya perkebunan sawit dan bentrokan yang terjadi antara masyarakat dengan aparat pemerintah akibat sistem perijinan perkebunan sawit.

 - Praktek konversi hutan alam untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit seringkali menjadi penyebab utama bencana alam seperti banjir dan tanah longsor (sawitwatch).

 -Pembukaan perkebunan kelapa sawit juga berkontribusi pada pemanasan global dan perubahan iklim. Pembukaan lahan melalui pembakaran lahan dan konversi kawasan hutan dan rawa gambut telah menjadikan Indonesia sebagai negara penyumbang emisi CO2 terbesar ketiga di dunia. 

Dampak negatif terhadap lingkungan menjadi bertambah serius karena dalam prakteknya pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak hanya terjadi pada kawasan hutan konversi, melainkan juga dibangun pada kawasan hutan produksi, hutan lindung, dan bahkan di kawasan konservasi yang memiliki ekosistem yang unik dan mempunyai nilai keanekaragaman hayati yang tinggi (Manurung, 2000; Potter and Lee, 1998). 

Dan bagaimanapun juga tetap hutan adalah area yg memiliki fungsi ekologis terideal didunia. Jika masih ingin anak cucu kita menikmati bumi yang hijau, industri ekspansi perkebunan kelapa sawit harus sesuai dengan kaidah ramah lingkungan yang berkelanjutan. Memenuhi prinsip RSPO dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. Karena yang menerima dampak terbesarnya adalah lingkungan kita. Dan perlu ada penelitian yang lebih lanjut terhadap dampak negatif dan ancaman terhadap lingkungan dimasa depan. Karena bumi ini ga cuma ada kata ekonomi ekonomu aja kan, kita punya satu rumah bumi yang harus dipertanggungjawabkan bersama.

0 comments: